SUKABUMI | Tinta Merah.Net – Bagi masyarakat harus tahu kalau tugas debt collector hanya menegur dan membantu debitur membuat perencanaan pembayaran agar bisa menyelesaikan haknya dengan lebih mudah, bukan menyita barang debitur.
Tingkah laku yang dilakukan oleh debt collector kerap menjadi pertanyaan besar di kalangan masyarakat.
Debt collector (DC) atau penagih utang adalah pihak ketiga yang bertugas menagih pembayaran utang yang belum dilunasi oleh debitur.
Tapi sekarang, banyak DC yang memanfaatkan pekerjaannya untuk menyita aset atau barang milik debitur dengan alasan sebagai jaminan dan lain sebagainya.
Lantas, apakah tindakan yang dilakukan oleh debt collector itu benar? Jika salah, apa yang harus dilakukan sebagai debitur? Berikut penjelasannya:
Apakah Debt Collector Boleh Menyita Barang Milik Debitur?
Secara hukum, debt collector yang menyita atau mengambil paksa barang atau harta debitur, termasuk salah satu aksi pencurian sehingga bisa dijerat dengan Pasal 362 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp900 ribu atau Pasal 476 UU 1/2023 dengan ancaman penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp500 juta.
Tapi apabila proses penyitaan barang dilakukan dengan kekerasan, bisa dijerat dengan Pasal 365 ayat (1) KUHP atau Pasal 479 ayat (1) UU 1/2023 dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun.
Untuk lebih jelasnya, berikut isi bunyi pasal-pasal yang disebutkan di atas:
Pasal 362 KUHP
“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.”
Pasal 476 UU 1/2023
“Setiap orang yang mengambil suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana paling banyak kategori V, yaitu sebesar Rp500 juta.”
Pasal 365 ayat (1) KUHP
“Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.”
Pasal 479 ayat (1) UU 1/2023
“Setiap orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian atua dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau orang lain untuk tetap menguasai barang yang dicurinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.”
Proses Penagihan Utang Debt Collector yang Benar
Perlu diketahui, OJK sudah membuat peraturan resmi terkait proses penagihan utang di dalam Pasal 62 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023. Berikut isinya:
tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Konsumen;
tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
tidak kepada pihak selain Konsumen;
tidak secara terus menerus yang bersifat mengganggu;
di tempat alamat penagihan atau domisili Konsumen
hanya pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar
hari libur nasional dari pukul 08.00 – 20.00 waktu setempat; dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila ada penagihan di luar tempat dan waktu yang tercantum dalam ayat 2 di atas, maka harus dilakukan atas dasar persetujuan atau perjanjian dengan konsumen terlebih dahulu.
*Sanksi Debt Collector Nakal*
Pasal 62 ayat (4), (5), dan (6), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023 juga dijelaskan bahwa debt collector yang melanggar prosedur penagihan utang yang baik juga akan dikenai sanksi administratif berupa:
(4) PUJK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau (2) dikenai sanksi administratif berupa:
peringatan tertulis;
pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
pemberhentian pengurus;
denda administratif;
pencabutan izin produk dan/atau layanan; dan/atau
pencabutan izin usaha.
(5) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b sampai dengan huruf g dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a.
(6) Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dikenakan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
*Langkah Hukum Jika Aset Diambil Paksa oleh Debt Collector*
Bagi masyarakat yang menjadi korban penyitaan oleh debt collector, bisa melaporkan tindakan tersebut kepada pihak kepolisian atas tindak pidana pencurian dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tapi sebelum membuat laporan, pastikan debitur tidak pernah menandatangani berkas-berkas yang tidak diketahui secara paksa dan memiliki bukti kuat berupa video rekaman debt collector melakukan tindakan intimidasi, perampasan aset, kekerasan berupa video dan gambar.(R)